Aku pernah percaya, kalau sudah punya sahabat, aku akan selalu aman. Tapi ternyata, rasa aman pun bisa hilang pelan-pelan.
Awalnya kami dekat—belajar bareng, makan bareng, pulang bareng. Tapi seiring waktu, dia sibuk dengan lingkaran baru. Aku mencoba mengerti, tapi setiap kali aku menghubungi, jawabannya selalu sama: sibuk.
“Rasanya seperti kehilangan seseorang yang masih ada.”
Aku mulai menarik diri. Takut terbuka, takut percaya. Bahkan teman baru pun terasa mencurigakan. Aku bilang aku sibuk, padahal aku hanya takut disakiti lagi.
Sampai akhirnya aku curhat ke konselor. Saat aku cerita tentang kehilangan teman, dia bertanya, “Apa yang paling kamu rindukan dari hubungan itu?”
Aku menjawab, “Aku bisa jadi diri sendiri.”
Dari situ aku belajar, kehilangan bukan berarti harus menutup diri. Konselorku bilang, “Ada perbedaan antara dinding dan pintu. Dinding melindungi, tapi juga mengurung. Pintu melindungi, tapi bisa terbuka kalau kamu mau.”
“Aku mulai belajar membedakan antara menjaga diri dan mengurung diri.”
Sekarang aku pelan-pelan membuka ruang lagi. Memaafkan bukan berarti melupakan, tapi melepaskan beban yang tidak perlu aku bawa terus.
By Alisha Ardelia