Ada masa di mana aku merasa hidupku seperti rumah yang tampak utuh dari luar, tapi kosong di dalam. Tidak ada pelukan hangat, tidak ada ruang untuk menangis tanpa rasa bersalah. Di rumahku, ekspresi emosi dianggap kelemahan.
Aku tumbuh dalam keheningan itu, mencari cinta di tempat lain. Tapi yang kucari sebenarnya adalah rumah—bukan tempat, tapi rasa aman dan diterima apa adanya.
"Rumah bukan hanya tempat kita dilahirkan, tapi tempat kita merasa aman dan diterima."
Perjalanan ini membawaku membangun platform pendampingan psikologi. Bukan sekadar konseling, tapi ruang tumbuh bagi yang ingin pulih. Tempat kita bisa menangis tanpa dihakimi, dan tumbuh menjadi manusia utuh.
"Setiap orang berhak mendapatkan ruang untuk tumbuh dan pulih tanpa stigma."
Aku percaya pada Psikologi Positif—kita bisa bertumbuh meski dari tempat gelap. Platform ini hadir bukan untuk menyembuhkan, tapi menemani. Karena aku tahu betapa beratnya berjuang sendirian.
"Kita tidak harus sempurna untuk layak dicintai dan diterima."
Kini, ketika menoleh ke belakang, aku memilih tidak mewariskan luka itu. Rumah bisa dibangun sendiri, dengan cinta yang sadar. Dan di sinilah aku membangun Persona Indonesia—rumah yang dulu kucari, kini kubagikan untuk orang lain.