Ada teman yang setiap hari ngobrol, update cerita, bahkan kirim meme random. Ada juga teman yang jarang banget chat, tapi begitu ketemu, rasanya seperti nggak pernah ada jarak. Keduanya sama-sama pertemanan.
Kadang, kita punya ekspektasi bahwa pertemanan yang baik itu harus selalu setiap hari komunikasi, selalu tahu kabar terbaru. Padahal, realitanya orang punya hidup dan kesibukannya masing-masing. Menuntut interaksi terus-menerus justru bisa bikin hubungan terasa seperti kewajiban, bukan lagi kenyamanan.
“Pertemanan bukan tentang siapa yang selalu ada di chat list setiap hari, tapi siapa yang tetap ada di hati meski jarang berinteraksi.”
Pertemanan yang sehat tidak selalu diukur dari frekuensi komunikasi tapi dari kualitasnya. Ada teman yang bisa menghilang berbulan-bulan karena pekerjaan atau urusan pribadi tapi tetap hadir saat kita benar-benar butuh. Ada juga yang jarang bertemu tapi saat ngobrol, rasanya nyambung dan penuh dukungan.
Rasa nyaman dalam pertemanan justru muncul ketika kedua pihak saling memberi ruang. Kita tidak perlu merasa bersalah kalau nggak sempat balas chat secepat mungkin dan teman pun tidak menganggap jarangnya kabar sebagai tanda menjauh.
Selain itu, hubungan yang tidak terlalu intens setiap hari juga memberi kita kesempatan untuk bertumbuh secara pribadi. Kita belajar mengisi hidup dengan berbagai hal lain seperti pekerjaan, keluarga, hobi tanpa merasa hubungan pertemanan jadi renggang.
Menjaga pertemanan yang tidak intens bukan berarti membiarkannya hilang begitu saja. Kita tetap bisa menunjukkan kepedulian meski jarang ngobrol, entah lewat pesan singkat atau kabar baik yang dikirim sesekali. Menghormati ruang dan waktu masing-masing adalah kunci, begitu juga dengan melepaskan kebiasaan mengukur kedekatan hanya dari seberapa sering bertukar kabar. Yang terpenting adalah rasa saling percaya bahwa hubungan ini tetap ada, meski interaksi tidak setiap hari.